World Rabies Day, PARIS - Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/ OIE) berkomitmen mendukung upaya masyarakat internasional memberantas penyakit anjing gila (rabies) di seluruh dunia. Penyakit virus yang menular dari hewan ke manusia tersebut telah menyebabkan kematian hampir 55.000 orang per tahun di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Para korban, kebanyakan anak-anak, meninggal setelah periode penderitaan yang mengerikan. "Setiap sepuluh menit satu orang meninggal akibat rabies di suatu tempat di dunia. Sembilan puluh sembilan persen kasus manusia akibat gigitan oleh anjing yang terinfeksi. Rabies menyebabkan kematian lebih banyak di dunia dibandingkan penyakit menular lainnya dan terutama memengaruhi anak-anak di negara berkembang," kata Direktur Jenderal OIE Bernard Vallat dalam editorialnya di situs OIE, menyambut Konferensi Global Penanganan Rabies 7-9 September 2011, di Seoul, Korea Selatan.
OIE sendiri berkantor di Paris, Prancis. Konferensi Global Penanganan Rabies tersebut diselenggarakan OIE bekerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agricultural Organization/ FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) dan Pemerintah Korea Selatan. Konferensi tersebut diperlukan untuk mempertemukan semua pihak yang terlibat dalam mengendalikan rabies pada sumber hewani dan membantu untuk menciptakan sinergi antara usaha-usaha individual mereka.
Menurut OIE, mayoritas sumber daya yang tersedia di negara-negara endemik rabies saat ini diarahkan untuk mengobati manusia yang telah digigit, dalam banyak kasus, oleh anjing. Kebanyakan anjing-anjing tersebut tanpa pemilik atau pemilik telah gagal bertanggung jawab atas kesehatan hewan dan untuk menjaga hewan di bawah kontrol.
OIE juga mencatat bahwa mengalokasikan bagian dari sumber daya ini untuk pencegahan rabies pada hewan dan pengendalian populasi anjing liar akan membantu pengurangan jumlah kasus rabies pada manusia dan hewan di seluruh dunia.
Konferensi di Seoul tersebut akan memberi prioritas untuk keputusan pemerintahan yang baik pada distribusi sumber daya publik atau swasta, lokal, nasional dan internasional terhadap tindakan prioritas pada hewan yang sejalan dengan konsep baru "Satu Kesehatan (One Health)", yaitu konsep sinergi penanganan penyakit hewan dan manusia. Konferensi tersebut juga akan memberi kesempatan untuk menyoroti kisah sukses terbaru di bidang diagnosis, vaksinasi, kontrol populasi hewan, dan sistem pemerintahan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dari sektor publik dan swasta.
Rekomendasi konferensi di Seoul itu akan membantu OIE mempersiapkan standar internasional baru pada kontrol rabies dan mencapai koordinasi yang lebih baik dengan mitra-mitranya.
Konferensi ini akan terbuka untuk semua ilmuwan yang bersangkutan dengan dunia hewan dan kesehatan masyarakat, wakil dari pelayanan kesehatan hewan dan kesehatan hewan dan sektor publik dan manajer kesehatan manusia dari seluruh dunia serta semua non-pemerintah pemain berkontribusi untuk mengendalikan rabies di seluruh dunia.
Penyakit anjing gila disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus. Virus rabies berada di air liur anjing atau karnivora lain. Penularan ke manusia terjadi karena penularan melalui air liur dari anjing terinfeksi rabies yang menggigit manusia. Anjing yang tertular virus rabies biasanya menunjukkan gejala terlihat buas hendak menggigit, air liur keluar berlebihan, dan takut air.
Kasus anjing gila terakhir yang dicatat oleh OIE yaitu pada 16 Agustus 2011 terjadi di Prancis. Kasus di Prancis itu diketahui menular dari seekor anak anjing yang diimpor dari Maroko pada 1 Agustus 2011 tanpa memenuhi persyaratan kesehatan dari penyakit. Hewan-hewan berkontak dengan anak anjing telah diidentifikasi, yaitu tiga kucing yang akhirnya dieutanasia (suntik mati) dan seekor anjing dalam pengawasan. Manusia yang berkontak dengan anjing telah diperiksa kesehatannya juga.
Di Indonesia, ratusan orang telah meninggal setelah digigit anjing yang terinfeksi virus rabies. Kasus anjing gila, misalnya, bahkan telah menyerang Pulau Bali, yang sejak zaman Belanda dianggap pulau bebas anjing gila. Dua kematian pasien akibat anjing gila juga terjadi di Pulau Nias, Sumatera Utara, pada Februari 2011.
Pulau Flores juga masih berjuang untuk bebas anjing gila. Seperti dilaporkan Kompas, Denilson Tomy Toja (2 tahun), pasien penderita rabies, warga Desa Nitakloang, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, akhirnya meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah TC Hillers, Maumere, 13 Agustus 2011.
Untuk meningkatkan kesadaran dunia atas pentingnya penanganan rabies, OIE menyelanggarakan Hari Rabies Sedunia yang jatuh pada 28 September.
sumber: www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar