Rabies bukanlah merupakan penyakit baru dalam dunia penyakit, rabies disebut juga penyakit anjing gila merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang system syaraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dalam family Rhabdoviridae dan genus Lysavirus (virus gila) yang dapat menular ke manusia (zoonosis), melalui gigitan anjing, kucing, kera, kelelawar.
Secara geografis Pulau Sumbawa khususnya dan NTB pada umumnya merupakan pulau yang sangat beresiko dan potensial untuk dimasuki dan tertular oleh penyakit rabies, karena pulau Sumbawa berada diantara 2 (dua) pulau yang tertular penyakit rabies dimana jalur transportasi lalu intas ternak khusunya Hewan Pembawa Rabies (HPR) sangat lancar diantara kedua pulau tersebut, disamping dilewatkan melalui pelabuhan resmi, namun ada juga yang dilewatkan melalui pelabuhan tidak resmi yang kadang tidak terdeteksi oleh petugas terutama pada lalulintas laut nelayan pesisir pantai. Pengawasan secara intensif terhadap mobilitas hewan pembawa penyakit rabies antara lintas daerah diperlukan peranan dan koordinasi yang baik antara Pemerintah daerah (kabupaten-kota), dinas terkait, dengan pemerintah propinsi, karantina pertanian dan juga masyarakat umum. Oleh karena itu masyarakat NTB pada umumnya dan masyarakat pulau sumbawa khusunya perlu menyadari hal ini, karena bagaimanapun dampak/efek dari penyakit rabies akan merugikan secara materil, mengusik keselamatan, ketenangan jiwa masyarakat NTB sendiri, maupun wisatawan asing.
Partisipasi dan kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan, serta didukung oleh kebijakan-kebijakan/peraturan pemerintah dan dinas terkait untuk terus melakukan sosialisasi. Perlu dilakukan Sosialisasi berupa pertemuan tatap muka dengan Camat, Kades, seluruh lapisan masyarakat, perkumpulan karang taruna, PKK, dan lain-lain yang kemudian disebarkan melalui Televisi, media cetak, acara tradisional, pelatihan dan lain-lain. Public awarnes keseluruh lapisan masyarakat perlu dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan akan keganasan penyakit rabies.
Akibat dari serangan penyakit rabies ini pada manusia akan terasa sakit pada luka gigitan, setelah itu terasa sakit pada kepala, kemudian akan menunjukkan perilaku yang takut pada cahaya, takut pada air dan sesak nafas, sulit menelan dan air liur yang sulit dibendung akibat kekakuan dan kelumpuhan otot akibat serangan virus rabies pada system syaraf pusat.
Sedangkan pada anjing yang terjangkit penyakit rabies akan mengeluarkan air liur sebanyak-banyaknya, menggigit setiap benda yang ada disekitarnya, lebih agesif, lama kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada otot menelan dan otot ektrimitas (kaki depan dan belakang) dan biasanya selalu berakhir dengan kematian.
Oleh karena itu apabila seseorang digigit oleh anjing yang terjangkit rabies perlu segera dilakukan tindakan dengan segera mencuci luka dengan air sabun selam 15 menit dan membilasnya pada air mengalir, kemudian luka diberi antiseptic/alcohol 70%, dan segera dibawa ke puskesmas/ Rumah Sakit, atau dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Jangan biarkan satupun hewan terjangkit penyakit rabies masuk kedalam wilayah NTB pada umumnya dan Sumbawa khususnya, karena akan dapat dibayangkan keresahan jiwa masyarakat NTB jika NTB benar-benar tertular oleh penyakit rabies. Efek yang besar pula dirasakan oleh pemerintah karena biaya yang dikeluarkan pemerintah akan semakin besar untuk program pembersihan penyakit rabies di NTB. Sebagai contoh pada daerah Propinsi Bali yang secara materi dan SDM bisa dikatakan telah mumpuni, tetap saja tidak mampu membendung penularan penyakit rabies secara cepat, bahkan sampai saat ini kasus gigitan, penularan dan kematian masih terjadi dan sulit untuk dihentikan, sehingga sejak pertama pulau Bali tertular penyakit rabies pada tahun 2008 terjadi 4 orang meninggal, tahun 2009 terjadi 26 orang meninggal dunia, dan tahun 2010 terjadi 53 orang meninggal dunia sehingga sampai tahun 2011 kasus meninggal dunia akibat penyakit rabies menembus 108 jiwa, korban rata-rata meninggal dunia karena terlambat ditangani atau karena persediaan Vaksin Anti Rabies (VAR) untuk manusia yang terbatas.
Sedangkan pulau Flores NTT tertular pertama kali pada tahun 1997 hingga tahun 2011 tercatat 215 jiwa meninggal dunia. Oleh karena itu pada daerah yang telah tertular dan daerah terancam penyakit rabies, perlu dilakukan eliminasi selektif terhadap anjing-anjing yang ada, dimana anjing liar yang tidak bertuan dapat dieliminasi (dibunuh) dengan pemberian strichnin kemudian dikubur, dengan harapan agar dapat memutus mata rantai penyebaran penyakit rabies dan mengurangi resiko terjadinya kasus gigitan anjing pembawa rabies antara sesama anjing dan antara anjing dan manusia, karena usaha vaksinasi pada anjing sangatlah tidak efektif mengingat populasi anjing yang begitu banyak, apalagi jika vaksin tidak memberikan proteksi terhadap antibody anjing sehingga meski telah divaksin tetapi anjing masih rentan tertular penyakit rabies dan vaksinasi hanya dilakukan pada anjing penular, sedangkan anjing yang berpemilik yang dilepas tidak bisa divaksin.
Bayangkan apabila pertahanan pulau NTB jebol oleh rendahnya kesadaran masyarakat membawa hewan pembawa Rabies dari daerah tertular kepulau NTB (Lombok barat bagian barat dan Sape bagian timur Sumbawa), bisa jadi konsentrasi/perhatian pemerintah tertuju pada penyelesaian masalah rabies dan terbengkalailah program-program unggulan daerah lainnya. Kesiapsiagaan darurat rabies harus dibangun dan dikembangkan dan perlu dikoordinasikan dengan pemerintah pusat untuk menerbitkan buku pedoman-pedoman pelaksanan penanganan penyakit rabies, membentuk tim koordinasi antara instansi untuk meningkatkkan kepedulian pemerintah dan masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit rabies, bila perlu diterbitkan peraturan daerah maupun propinsi tentang kesiapsiagaan darurat rabies, dan harus didukung oleh penyedianaan infrastruktur SDM, fasilitas teknis, pelatihan dan media informasi, karena apabila terjadi 1(satu) gigitan dan positif rabies, maka akan terjadi ledakan penyebaran yang terjadi secara cepat dan sulit untuk dibendung sehingga akan dapat kerugian yang lebih besar diberbagai sektor seperti kerugian materil, mental sosial yang lebih besar lagi. Karena penyebaran penyakit rabies sangat cepat dan tidak mengherankan bila angka mortalitas (kematian) bisa mencapai 100%.
Berhasil atau tidaknya pemberantasan penyakit rabies tergantung dari tingginya kesadaran masyarakat dan adanya dukungan pemerintah melalui peraturan pemerintah yang dijalankan dengan baik. Penanggulangan dan tanggap darurat rabies perlu dilakukan agar dapat mengurangi resiko serangan darurat akibat terjadinya penyakit rabies dan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam system tangap darurat. Mengikutsertakan semua komponen masyarakat dalam mengawasi tanggap darurat untuk membangun kepedulian terhadap serangan peyakit rabies.
Sosialisasi dan edukasi, eliminasi, surveillans, pengawasan lalulintas Hewan Pembawa Rabies (HPR), registrasi, jika perlu terus dilakukan menginggat NTB pada umumnya dan Sumbawa pada khsusnya merupakan daerah terancam yang telah berada diantara daerah /pulau yang tertular rabies. Apakah kita harus menyaksikan salah satu saudara kita menjadi korban tertular penyakit rabies terlebih dahulu kemudian kita menyadarinya? Oooooo…Tidak bisa..!!! harga nyawa manusia lebih mahal dibandingkan harga seekor anjing….!!! Kata sepakat yang harus kita terus bangun yaitu “Mari kita jaga dan pertahankan NTB umumnya dan Sumbawa khususnya agar tetap bersih dari serangan penyakit rabies (anjing gila)”……!!!!!!
Penulis: drh. Amirullah (SKP Kelas I Sumbawa Besar, NTB)
Sumber: http://www.vet-indo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar